Langsung ke konten utama

Postingan

Perangkai Mimpi

Kamu, sang pemilik mimpi. Apa kabarmu malam ini? Sinar terangmu sinari bumi. Cerahkan muram, hilangkan kelam. Kamu, sedang berkutatkah dengan rutinitas? Mungkin saat ini kamu fokus pada deretan data. Mungkin juga sedang menghela nafas, lepaskan lelah. Atau mungkin sedang memainkan mimpi? Aku disini memandangmu jauh. Beri senyuman, coba ringankan bebanmu. Aku disini memandangmu jauh. Beri doa, agar bahagia bersamamu malam ini. Saat ini aku hanya memeluk siluet bayangmu. Hanya bayangan, ya. Saat ini aku memandang siluet bayangmu. Hanya memandang, ya. Malam ini, kuhaturkan syair demi syair. Tersusun lirik demi lirik. Temanimu di malam yang menemui larut. Tenggelam dalam hening dan kerlip bintang. Aku akan merangkai mimpi, sejenak. Mencoba untuk sampaikan itu, dengan hadirmu. Mungkinkah? Ada penghalang menghadang, tak bisa kulewati,  hanya memandang muram durja dari sudut jendela retak. Sudah lama kita tak bertemu sapa, pemilik
Postingan terbaru

Harap

Kau datang ketika ku bersimpuh sedih. Tanpa maksud, cahayamu pendarkan bahagia. Mungkin tak kamu sangka, Aku bangkit tanpa sesal berarti. Suaramu yang memanggilku, Ntah itu bagaikan lagu. Berputar tak pernah bosan. Terngiang selalu tanpa henti. Kau sentuh aku saat ku terjatuh. Mungkin hanya sepihak, Yang penting aku bisa berjalan. Daripada aku setia dalam kubang duka ini. Tidak banyak harapku. Aku bosan mengharap. Tapi bolehkan aku terus menerima pendarmu? Disentuh rona senang dan semangatmu?

Kagum

Tulisan ini sampaikan kagum padamu. Karena angin seakan segan alurkan rindu. Karena malam malu haturkan kata. Bersemu merah, tertunduk merona. Ketika tanganku tak bisa pelukmu erat. Ketika hatiku tak bisa peluk hatimu erat. Hanya syair yang bisa. Meskipun satu arah tanpa berharap balas. Hujan ini mengiringi. Dibumbui angin, semilir harpa menawan. Lihat bintang itu, Kelip indah pertanda itu. Biarkanlah. Mengagumi tak perlu miliki. Tanpa tampikkan rasa. Tak usah bawa perasa.

Pelukmu

Kau bagai matahari di antara bintang malam. Menjaga mata untuk nikmati belaian sepoi malam. Bintang bernyanyi, senandung nada mengalun. Hiasi sunyi, arungkan semu awan. Kau bagai manis dalam seruput espresso. Terasa nyata di lidah, ambil alih pahit di muka. Tak ku rasa pahit, tak ku rasa. Hanya terasa nikmat elixir hitam ini karenamu. Kau curang. Kau selundupkan kafein ketika ku ingin pejamkan mata. Ketika ku ingin melanglang buana mimpi. Terpaksa mencari arah kantukku lagi Aku ingin tidur. Cukup bermain di kepalaku malam ini. Bukankah ada hari esok? Bukankah matahari masih menyambut? Atau hanya aku?

Hari

Senyummu cerah pagi ini. Disinari matahari yang cerah. Sedikit terlindungi awan yang menari. Angin pun membelaimu dengan mesra. Kau ubah awan kelam didepanku. Basuhinya dengan tawa dan canda jujur. Luntur beku serta dingin, Sembuh perih yang setia hayati. Malam ini kau lewati alam liarmu. Mungkin kau sedikit berdegup. Tapi bagiku itu jenaka. Lelucon yg ntah kenapa terbayang selalu. Bisa kau rasakan malam ini? Malam ini bernyanyi untukmu. Melembutkan hatimu. Mencumbumu elok dengan kasih. Bintang ingin rayumu untuk terbang hampirinya. Lewati awan kapas. Tembus sukma serta langit. Hinggap di nirwana. Sekarang, tuan putri, tidurlah. Lepaskan lelahmu di pundakku. Lunturkan bebanmu di bahuku. Agar tenang jiwamu malam ini. Lelaplah. Puaskanlah. Ragamu lelah, jiwamu letih. Selamat tidur.

Kenapa, Tuan Putri?

Tuan putri.  Ia termenung.  Diam.  Sunyi.  Didalam kepalanya penuh pikiran berkecamuk.  Dihatinya ragu memenuhi.  Ia tak bisa.  Tak mau?  Ia takut.  Takut kecewa.  Maupun mengecewakan pangeran.  Yang datang hantarkan kehangatan.   Buat apa ragu, tuan putri.  Aku menyediakan hatiku untukmu.  Bersiap menyediakan waktuku bersamamu.  Bersiap menghabiskan umur berdua denganmu.   Maju, tuan putri.  Sesal itu tanpa ragu menghantamu kelak. Lebih baik kita buat ia tertekuk.  Malu akan kebersamaan kita.  Percayalah, tuan putri.  Percayalah.

Ragu

Sulitkah?  Menyatukan perasaan?  Menerima kekurangan?  Memahami kelebihan?  Perlahan mulai terkikis.  Debur ombak mengerupsi dinding pertahanan kita.  Badai semakin berbahaya.  Tak sanggup